Vol 1 No 3 (2020): Jurnal Keadilan Pemilu

					Lihat Vol 1 No 3 (2020): Jurnal Keadilan Pemilu

Pandemi Covid-19 telah membuat pertimbangan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) menjadi persoalan yang cukup sulit lantaran faktor risiko kesehatan yang mungkin terjadi. Pada 9 Desember 2020 lalu, pilkada serentak akhirnya dilaksanakan setelah pertimbangan yang cukup panjang.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) setidaknya menghadapi sejumlah tantangan-tantangan baru terkait konteks pandemi. Dalam aspek regulasi, dikeluarkannya Perpu No. 2 tahun 2020 tentang Pilkada Serentak 2020 tergolong terlalu mepet sehingga KPU harus membuat peraturan-peraturan turunan dengan waktu yang singkat. Dalam aspek partisipasi pemilih, KPU memiliki tugas lebih agar target partisipasi pemilih tercapai. Pemilihan tanggal penyelenggaraan Pilkada juga menjadi tantangan bagi KPU. Pasalnya, pelaksanaan Pemilihan yang biasanya diadakan di pertengahan tahun kini dilaksanakan di akhir tahun dengan faktor cuaca yang berbeda. Di beberapa lokasi, situasi banjir menjadi halangan penyelenggaran Pilkada dan pengantaran logistik tidak terjadi tepat waktu lantaran adanya halangan cuaca.

Di sisi lain, Bawaslu juga mengalami hal yang serupa dengan KPU. Berkaitan dengan protokol kesehatan, Bawaslu telah melakukan tindakan pengawasan dan penindakan terhadap tindakan-tindakan para pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan seperti pendaftaran pasangan calon yang berkerumun dan kampanye yang melebihi jumlah batas maksimal. Selain itu, Bawaslu juga mengawasi tempat pemungutan suara yang belum difasilitasi dengan tempat cuci tangan dan fasilitas sejenis terkait protokol kesehatan. Dalam hal ini setidaknya KPU dan Bawaslu saling bekerja sama dan mengingatkan dalam penyelenggaraan pemilu yang ideal dan kondusif.

Sementara itu, beberapa pihak mengklaim bahwa penyelenggaran Pilkada Serentak Tahun 2020 ini  jauh lebih baik dan siap daripada kekhawatiran publik dan berbagai pihak dalam konteks pandemi Covid-19. Hasil analisis big data terhadap media massa dan media sosial menemukan bahwa terdapat keraguan publik terhadap pengadaan pilkada di tengah pandemi ditambah dengan rekomendasi organisasi kelompok masyarakat untuk menunda penyelenggaraan Pilkada. Selain hasil riset big data juga menunjukkan bahwa aparatur sipil negara (ASN) mengalami persoalan-persoalan terkait aspek netralitas yang salah satunya ASN dengan kontrol wilayah seperti camat, lurah dan seterusnya memiliki potensi tidak netral dan demikian pula dengan aktivitas penggunaan media sosial miliki para ASN. Pada akhirnya, topik Covid-19 sangat mendominasi pemberitaan baik di media massa maupun media sosial. Hal ini pun berdampak pada hal-hal seperti program-program paslon yang tenggelam di balik isu tersebut sehingga tidak menjadi perhatian publik.

Tingginya partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 menjadi indikasi bahwa pemilih Indonesia loyal serta kooperatif dalam mendukung agenda elektoral. Meski demikian, perlu dikaji lebih lanjut mengenai suara yang telah diberikan apakah berdasarkan dengan kesadaran atas implikasi pada pemilih, masyarakat, atau daerah. Karena dalam prinsipnya, memilih bukan sekadar aktivitas prosedural, melainkan juga memiliki makna substansial. Hal tersebut menjadi modalitas demokrasi yang sangat luar biasa. Sehingga kemudian kita tidak bisa mundur ke belakang dengan realita sosial masyarakat kita hari ini bahwa agenda pemilu, agenda demokrasi elektoral sudah menjadi bagian integral dari masyarakat.

Dalam prakteknya masih terdapat ekspetasi publik yang tidak terwadahi oleh penyelenggara Pilkada. Semisal soal ketegasan sanksi untuk pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Lebih lanjut, terkait nihilnya metode pemungutan suara khusus di tengah pandemi. Padahal negara-negara maju sudah memiliki beragam macam metode khusus untuk meminimalisir penularan virus. Seperti misalnya mengirimkan suara melalui pos, menggelar pemungutan suara lebih awal ataupun penghitungan suara dengan mengandalkan teknologi. Hal tersebut yang menjadi evaluasi mendasar. Sehingga ke depan besar harapan agar Undang-Undang Pilkada  harus lebih didesain adaptif untuk mengantisipasi situasi pandemi.

Uraian catatan tersebut merupakan gambaran realita penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi Covid-19, kemudian dalam konteks penegakan hukum Pilkada muncul beberapa isu aktual yang tidak kalah menarik menjadi bahan evaluasi dan proyeksi dalam pelaksanaan elektoral yang akan datang, yakni terkait dengan Optimalisasi pelaksanaan kewenangan Bawaslu dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan Bawaslu dalam proses pengawasan dan penegakan hukum Pilkada, hal tersebut kemudian akan disajikan kepada pembaca dalam bentuk rumusan issue update untuk membangun keselarasan dinamika politik, hukum dan demokrasi yang berkembang dalam proses penyelenggaraan Elektoral.

Diterbitkan: 2020-12-01

Artikel