Vol 1 No 2 (2020): Jurnal Keadilan Pemilu

					Lihat Vol 1 No 2 (2020): Jurnal Keadilan Pemilu

Dalam Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan, pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali. Sesuai ketentuan tersebut “adil” merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu, asas tersebut haruslah menjiwai system pemilu yang terdiri dari hukum pemilu (electoral law) maupun proses penyelenggaraan pemilu (electoral process).

Diadopsinya asas “adil” dalam norma konstitusi terkait pemilu menunjukkan bahwa perwujudan negara hukum yang demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 haruslah dilakukan secara berkeadilan. Peralihan sekaligus pelaksanaan kekuasaan tertinggi negara yang berada di tangan rakyat tidak boleh dilakukan secara tidak fair. Dalam arti, kehendak atau suara rakyat dalam pemilu jangan sampai dikhianati dengan cara-cara membelokkannya menjadi kehendak elit secara curang, baik melalui tipu daya penyusunan aturan pemilu maupun melalui pelaksanaan pemilu dengan menggunakan cara-cara yang tidak dibenarkan menurut ukuran hukum dan moral.

IDEA mencatat bahwa keadila pemilu keadilan pemilu mencakup sarana dan mekanisme yang terkandung dalam tiga elemen, yaitu pencegahan terhadap sengketa pemilu (preventif of electoral disputes), penyelesaian terhadap sengketa pemilu (resolution of electoral disputes), dan alternatif penyelesaian sengketa pemilu diluar mekanisme yang ada (alternative of electoral disputes). Penyelesaian terhadap sengketa pemilu dapat dibagi kedalam dua hal, yaitu koreksi terhadap kecurangan melalui electoral challenges dan hukuman bagi mereka yang melakukan kecurangan baik secara administratif  maupun pidana.

Terhadap konsep keadilan pemilu sebagaimana yang telah diuraikan di atas lebih lanjut Ramlan Surbakti mengemukakan tujuh kriteria yang mesti dipenuhi untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas. Tujuh kriteria tersebut adalah: 1) kesetaraan antar warga negara, baik dalam pemungutan dan penghitungan suara maupun dalam alokasi kursi DPR dan DPRD dan pembentukan daerah pemilihan; 2) kepastian hukum yang dirumuskan berdasarkan asas ppemilu demokratis; 3) persaingan bebas dan adil antarkontestan pemilu; 4) partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan tahapan pemilu; 5) badan penyelenggara pemilu yang professional, independen dan imparsial; 6) integritas pemungutan, penghitungan, tabulasi, dan pelaporan suara pemilu; 7) penyelesaian sengketa pemilu yang adil dan tepat waktu.

Dalam konteks penyelenggaraan elektoral tidak akan pernah lepas dari tahapan penting yakni tahapan kampanye, konsentrasi seluruh kontestan peserta pemilu tercurah pada tahapan tersebut. Dalam kampanye terdapat empat faktor yang memegang peran penting, yaitu Pasangan Calon, program kerja, organisasi kampanye (tim pemenangan) dan sumber daya (uang untuk mendanai kampanye). Bahkan seorang pakar politik berpendapat bahwa uang saja tidak cukup, tapi uang sangat berarti bagi keberhasilan kampanye. Uang menjadi penting karena kampanye memiliki pengaruh pada hasil Pemilu dan kampanye tidak akan berjalan tanpa ada uang.

Uang adalah faktor penting bagi kekuatan politik dalam memenangi kekuasaan atau tetap mempertahankan kekuasaan. Karena uang tidak terdistribusi secara merata, akibatnya kekuasaan juga tidak terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Pertanyaan penting yang harus diajukan adalah “bagaimana dan dari siapa peserta elektoral memperoleh dana serta bagaimana membelanjakan dana kampanyenya. Dana kampanye mencakup semua dana yang diterima dan dikeluarkan untuk mengkampanyekan kandidat/Pasangan Calon dalam rangka membangun keterpilihan.

Pengaturan dana kampanye sebagaimana dikutip oleh Minan (2013) setidaknya harus memuat prinsip-prinsip menjaga kesetaraan bagi peserta Pemilu (political equality), membuka kesempatan yang sama untuk dipilih (popular participation), mencegah pembelian nominasi, pencukongan calon, dan pengaruh contributor/interest group terhadap calon (candidacy buying), membebaskan pemilih dari tekanan kandidat atau partai dari iming-iming dukungan keuangan (vote buying) serta mencegah donasi illegal atau dana hasil korupsi atau kejahatan lainnya. Pengaturan dana kampanye diperlukan  agar pelaksanaan kampanye berjalan efektif dan tidak terjadi persaingan yang tidak sehat diantara Peserta Pemilihan.

Pada tataran empirik mewujudkan pemilu yang berintegritas bukanlah perkara sederhana dan mudah Bahkan, upaya mewujudkan pemilu yang berintegritas telah menjadi isu popular dan menjadi perhatian banyak pihak. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya fakta empirik terkait banyaknya penyelenggaraan pemilu yang diwarnai oleh berbagai kasus kecurangan dan pelanggaran (electoral fraud).

Dalam konteks penyelenggaraan pemilu yang berintegritas serta ancaman berbagai bentuk pelanggaran pemilu, jurnal ini secara khusus akan mendiskusikan tentang Pengawasan Dana Kampanye, Biaya Politik Tinggi, dan Politk Transaksional. Oleh karena itu, dialektika konsep dan teori akan dibahas secara komprehensif dari berbagai sumber, harapannya pembahasan yang disajikan dalam Jurnal Keadilan Pemilu volume ke- 2 yang ada dihadapan pembaca dapat memberikan kontribusi dalam diskursus kepemiluan sekaligus menjadi salah satu referensi bagi seluruh stakeholder untuk memperbaiki penyelenggaraan elektoral di Indonesia kedepan.

Diterbitkan: 2020-09-16

Artikel